Penulis : Rian Ariyana Putra, S.Pd.
Guru adalah sebuah pekerjaan mulia yang diidamkan banyak orang. Selain memiliki rutinitas yang menyenangkan, ternyata alasan menjadi seorang guru bagi sebagian orang dikarenakan terdapat banyak pahala di dalamnya.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan:
عن أبي هريرة رضي الله عنه: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثَةِ: إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya.” (HR Muslim).
Salah satu dari apa yang disabdakan Nabi Muhammad SAW tentang amalan yang tidak akan terputus adalah ilmu yang bermanfaat. Hal inilah yang menjadi salah satu motivasi terbesar menjadi seorang guru. Bayangkan saja, jika seorang guru mengajar ribuan murid selama hidupnya maka akan mengalir banyak kebaikan dan pahala untuk guru tersebut. Terlebih jika ilmu tersebut oleh muridnya disampaikan kembali kepada orang lain baik kepada keluarganya, tetangganya, sahabatnya bahkan hingga ke anak – anaknya kelak. Tentu hal tersebut merupakan peluang rantai pahala yang tidak akan ada putusnya.
Namun, menjadi seorang guru tidaklah mudah, seorang guru juga memiliki tanggung jawab yang amat besar. Seperti namanya, Guru, yang akan senantiasa digugu dan ditiru. Seorang guru adalah uswah yang dijadikan panutan bagi murid – muridnya. Hal ini menuntut seorang guru selain memiliki ilmu juga memiliki akhlak dan adab yang layak dijadikan contoh bagi para murid – muridnya. Tidak mudah memang, maka seorang guru dituntut senantiasa belajar dan memperbaiki kualitas dirinya.
Menjadi seorang guru juga memiliki tantangan besar yang lain, guru ibarat teko sementara murid – muridnya adalah gelas – gelas kosong yang siap diisi air kebaikan oleh gurunya. Oleh karena itu, guru wajib senantiasa mengisi teko – teko kebaikan agar dapat dituangkan kepada gelas – gelas kosong muridnya. Jika seorang guru tak mau menuntut ilmu, tak mau memperbaiki diri, maka sudah bisa dipastikan guru tersebut tidak akan bisa mengisi gelas – gelas kosong tersebut dengan kebaikan dan ilmunya. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan adalah gelas – gelas kosong murid tersebut terisi dengan air kotor dari teko seorang guru karena guru tersebut tidak mampu memberikan ilmu dan menjadi uswah bagi para muridnya.
Ada hal yang lebih membahayakan lagi adalah ketika seorang guru malah menjerumuskan murid – muridnya kepada hal – hal yang terlarang oleh agama bahkan dengan semangatnya guru tersebut terus menjerumuskan muridnya ke dalam jurang keburukan sementara ia tidak menyadarinya.
Fenomena tersebut merupakan fenomena yang banyak terjadi di dunia Pendidikan saat ini. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman guru terhadap agama. Agama wajib senantiasa diperdalam oleh siapapun selaku seorang hamba di dunia ini. Begitupun bagi seorang guru , guru apapun itu baik guru matematika, geografi, sosiologi, ataupun ekonomi dan guru – guru lainnya.
Kenapa hal tersebut terjadi demikian? Karena agama senantiasa mengatur dan menjadi pedoman bagi kehidupan manusia. Kita ambil contoh bahwa agama juga mengatur kehidupan ekonomi manusia maka disinilah letak korelasi seorang guru ekonomi dengan kehidupan murid – muridnya dalam bingkai agama.
Seorang guru ekonomi, bahkan walaupun ia seorang muslim atau muslimah seringkali mengajarkan pelajaran ekonomi tanpa menghubungkan syariat agama di dalamnya. Seorang guru professional ekonomi pun belum tentu memahami materi yang diajarkan tersebut jika ditinjau dalam kacamata agama. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab kehidupan ekonomi bangsa jauh dari bingkai agama. Sebagai contoh, murid yang pandai ekonomi seringkali masih di motivasi menjadi seorang pegawai bank ribawi oleh gurunya.Hal ini karena anggapan guru tersebut menjadi pegawai bank adalah salah satu profesi di bidang ekonomi yang cukup baik. Padahal riba tersebut dilarang dan bahkan Allah akan memerangi para pelaku riba sebagaimana dikatakan dalam QS. Al – Baqarah ayat 279 berikut :
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Artinya:
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
Itu hanyalah sebagian kecil kerusakan dari salah kaprahnya guru ekonomi dalam memberikan ilmu kepada muridnya. Apalagi jika kita berbicara tentang ekonomi dalam sudut pandang islam itu sangat luas sekali. Banyak syariat yang harus dipelajari baik itu dalam prinsip ekonomi yang harus dimiliki, tindakan ekonomi maupun motif ekonomi serta permasalahan ekonomi lainnya yang lebih kompleks.
Banyak profesi dalam bidang ekonomi yang perlu seorang guru sampaikan mengenai hukum syariatnya, banyak tindakan ekonomi yang sangat praktis dalam kehidupan sehari – hari namun guru luput memberikan pandangan agamanya, begitupun prinsip ekonomi dan motif ekonomi yang guru lupa meluruskannya. Maka jangan heran jika murid – murid saat dewasa kelak ada yang menjadi pegawai berprestasi di bank ribawi, bos rentenir yang kaya raya, ataupun menjadi pengusaha sukses namun zalim terhadap karyawannya. Fenomena tersebut kadang tak nampak dimana kelirunya. Hal itu terjadi karena salah kaprahnya kita sebagai seorang guru ekonomi mengedepankan sesuatu yang semu maslahatnya dengan mengabaikan syariat yang telah Allah tetapkan.
Oleh karena itu, jadilah guru ekonomi yang senantiasa menuntut ilmu. Terutama ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap hamba yaitu ilmu agama. Jangan lagi salah kaprah, meningkatkan kompetensi seorang gurunamun melalaikan hal wajib menuntut ilmu agama sehingga apa yang kita ajarkan bukanlah kebaikan yang utuh.